Pasang Surut Bunga Teratai

Sudah lama gue ga nulis tentang almamater tercinta,
Sudah bukan waktunya juga sih. Lha wong udah tiga tahun menyandang gelar alumni,
mestinya kan sekarang fokus gue adalah gimana jadi orang sukses banyak duit biar bisa diminta jadi donatur event, hehehe.


Tapi ya gak gitu juga sih,  gue emang  lagi merantau keluar. Namun bagaimanapun juga Padmanaba kan tetap rumah gue, keluarga gue. Pun begitu juga dengan penghuninya yang gue anggap adik-adik gue sendiri.
Jadi wajar kalau ada suatu gejolak dinamika yang terjadi di rumah, gue bakal concern kesitu.
Back to the topic, semua ini bermula pas gue lagi ngobrol-ngobrol sama kenalan gue.
Topiknya tentang kondisi terkini sekolah, kemudian gue dikasih lihat tentang tulisan ini


Setelah membaca tulisan tadi, gue entah kenapa jadi tergelitik untuk komentar.
Gue sendiri ga ngerti keseluruhan cerita secara utuh sih,
dan gue berusaha untuk tidak nge-judge yang mana yang salah yang mana yang bener.

Gue tertarik sama tulisan yang menyatakan bahwa “Padmanaba sudah dikenal sebagai SMA Event”
Hahaha, ini bener banget. Gue sendiri termasuk generasi yang sempat merasakan PPHP dihiasi hampir 10 event berbeda. Waktu itu sampai banyak yang dobel-dobel jabatan, temen gue sampe dobel tiga jabatan. Bendahara di event gue, terus jadi anak di dua event lain.

Tapi itu dulu. Jaman gue.  Jaman waktu masih bisa ngevent full dua tahun terus sekolahnya dikebut pas kelas tiga, dan sukses masuk Universitas ternama. Kalau sekarang situasinya udah lain. Gue inget dulu, salah satu perubahan yang cukup besar terjadi waktu ada SNMPTN Undangan. Kemudian mulai muncullah fenomena Bureng alias Buru Rengking. Kemudian sekarang ada Kurikulum 2013, dimana siswa dituntut belajar mandiri, kemudian fenomena Bureng makin menggejala.

Lalu apakah fenomena Bureng itu salah? Kalau menurut gue enggak. Wajar kalau setiap orang berusaha mengejar masa depan yang lebih baik. Kalau sekarang ‘masa depan yang lebih baik’ itu harus diraih dengan ‘nilai rapot yang tiap semester ga boleh jeblok’, ya gue rasa munculnya fenomena Bureng ini wajar banget.
Lantas apakah gue mendukung Bureng? Tidak juga. Event juga ga kalah penting. Bureng emang bisa mengantar sampai ke Universitas, tapi ada dunia lain yang menanti setelah kalian ‘bisa masuk Universitas ternama’.

Kalau ada yang bilang ‘Ngevent itu penting untuk bekal pengalaman masa depan’ gue rasa itu bener banget. Kenapa? Karena event (dan ber-organisasi in general) adalah sesuatu yang bisa membentuk karaktermu.
Mungkin banyak yang merasa kalau tujuan event hanyalah sekedar acara sukses, balik modal, hepi-hepi di pembubaran panitia dan sekolah kita disanjung-sanjung di media massa. Well, itu juga termasuk sih, tapi dibalik itu semua ada tujuan lain dari sebuah event, yaitu proses pembelajaran yang dialami dari masing-masing panitia yang terlibat.

Waktu event, mau ga mau kita akan belajar bagi waktu. Kita juga belajar caranya untuk bekerja dengan orang lain. Yang usda mungkin, akan mendapat pelajaran tentang pantang menyerah (yeah gue tau sesusah apa cari donatur). Yang koor akan belajar cara menghandle anak buah, ketua juga akan belajar ngomong di depan umum. Gue sendiri dulu pengalaman pertama bicara di hadapan banyak orang adalah waktu memimpin rapat pleno.
Apa yang dipelajari dalam sebuah event tidak akan hilang setelah eventnya bubar. Nope, dia akan terus kamu bawa, mungkin akan bertambah, berubah menjadi lebih baik seiring dengan semakin banyaknya kegiatan yang kamu ikuti. That’s what you called experience, dan itu tidak akan bisa hilang, hanya bisa bertambah.

Okay some people might say, kalau cari pengalaman pas kuliah aja. Memang sih di kuliah masih ada yang namanya organisasi dan event, ditambah juga proyek dosen dan kegiatan-kegiatan non-kuliah yang bisa mengasah the so-called soft skil. But hey, bukankah lebih bagus kalau sejak SMA udah punya pengalaman dasar, ibaratnya pas kuliah tinggal mengasah kemampuan organisasi. Ga semua SMA bisa kasih kesempatan ke anak-anaknya untuk punya pengalaman organisasi lho. Ada kok temen gue di kampus yang bener-bener baru pegang event dan organisasi pas di kuliahan, jumlahnya juga ga sedikit. Gue rasa sayang aja kalau kesempatan yang ditawarkan di Padmanaba ini enggak dimanfaatkan dengan baik.

Tapi ya itu tadi, soft skill yang baik juga jadi kurang efektif kalau tidak disertai dengan berhasil masuk ke universitas ternama. Soalnya jujur aja sampai sekarang banyak perusahaan masih memfavoritkan lulusan univ-univ ternama (terutama yang tiga itu, tahu sendiri lah) . Kalau dianalogikan, masuk universitas favorit membukakan banyak jalan menuju kesuksesan, kemudian pengalaman-pengalamanmu lah yang akan memperlancar jalanmu.
Jadi gue rasa, alangkah baiknya kalau bureng dan event bisa berjalan berdampingan. Jangan sampai mengorbankan akademis untuk event pun jangan melupakan event karena terlalu sibuk mengejar akademis. Karena terlalu condong pada salah satu sisi tidak akan memberi hasil yang maksimal.

Sekarang lanjut ke pertanyaan selanjutnya,

“Sekarang, bagaimana dengan Padmanaba ?
Mungkin label 'sekolah event' sudah tertancap hingga tertanam di sekolah ini. Tapi gara2 masalah yang di 'atas', masi yakin ga nih Padmanaba yang sekarang bakalan sama kayak yang besok ?”

Gue setelah baca ini…. Oke.
Jawaban jujur dari gue, gue ga yakin Padmanaba yang sekarang bakalan sama kayak yang besok. Kenapa? Because it’s not supposed to be. Padmanaba yang sekarang juga ga sepenuhnya sama kaya Padmanaba jaman gue. Ada yang nambah, ada yang berkurang. Itu proses normal. That’s what we call ‘perubahan’.

Seandainya kultur event di almamater tercinta harus disesuaikan untuk memenuhi tuntutan perubahan dari adanya kurikulum 2013, gue pikir ya memang seharusnya begitu. Tapi bukan berarti gue setuju kalau Padmanaba berhenti ngevent sama sekali! Enggak lah.  Sepanjang gue tahu, kita udah rajin ngevent sejak tahun 80-an (yeah some thirty years ago) , dan gue pribadi berharap kita akan terus ngevent sampai besok anak gue jadi panitia PPHP 100 (amin).

Yang gue harap, semoga kita semua bisa secara arif menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.  Ibarat bunga teratai; mungkin saat ini kita ,dengan gelar “sekolah event” yang kita bangga-banggakan, layaknya sedang mengapung tinggi di atas danau. Namun ada kalanya air danau akan surut, mungkin hanya menyisakan genangan lumpur. Bunga teratai sejati tidak akan keukeuh bertahan di atas. Ia akan ikut turun menyesuaikan dengan lingkungannya, karena sebenarnya nilai keindahan dari sekuntum teratai tidak ditentukan dari tempat ia tumbuh. Sekalipun mengapung di atas lumpur, teratai yang indah tidak akan tercemari keindahannya.

Begitupun dengan kita. Perubahan bukanlah sesuatu yang harus dilawan, namun sesuatu yang harus dirangkul, agar teratai kita tetap dapat mengapung di tengah naik turunnya keadaan. Yang paling penting adalah, bagaimanapun keadaannya, di tempat seperti apapun keadaan memaksa teratai kita untuk tumbuh, kita harus memberikan yang terbaik agar bunga teratai kita tetap terjaga keindahannya.


Dan gue percaya adik-adik yang masih di Padmanaba sanggup mengawal teratai kita mengarungi naik turunnya dinamika dunia persekolahan dengan cantik dan elegan, hehe J



Semoga Padmanaba In Harmonia Progressio selalu~
(numpang pinjam motto univ sebelah berhubung artinya keren :P  )

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

Mengenai Saya

Remaja biasa-biasa aja yang memandang dunia dalam perspektif hiperbolis

Pengikut

Yang Mampir-Mampir Kesini Ada...